Waktu
usia anak-anak, kita sering membayangkan
Dia itu Maha Hebat dan Maha SegalaNya.
Tidak ada kemampuan bagi kita
untuk mengidentifikasikan diri denganNya.
Akibatnya, perasaan takut teramat
sangat muncul ketika mengingat kepada
yang serba Maha itu. Akhirnya, Taqwa pun
diartikan takut dan tunduk. Namun
perasaan takut ini jugalah yang membuat jarak kita denganNya sangat jauh. Dia
yang sangat Suci, sementara kita sangat kotor. Lantas, bagaimana dengan
pendekatan Cinta? Bila dengan cinta,
tiada lagi perasan takut dan tunduk,
melainkan perasaan kepasrahan diri dan keterpesonaan hati kepadaNya.
Cinta tidak bisa diterangkan, dan hanya bisa dirasakan. Tidak
cukup kosakata yang tersedia untuk menggambarkan bagaimana nikmatnya
Cinta. Karena kosakata yang tersedia didominasi oleh
kebutuhan fisik sehingga untuk mencari kata yang bisa memfasilitasi keinginan
jiwa ini tidaklah cukup.
Lautan
Cinta pada diri seseorang akan mengimbas pada seluruh ruang. Jika
cinta sudah terpatri dalam seluruh jaringan badan kita, maka
vibrasinya akan menghapus semua kebencian sebagai manifestasinya dalam
kehidupan. Begitu bertemu dengan seseorang, Ia tersenyum.
Kedamaian dalam mikrocosmos berdampak kuat pada kedamaian dan
ketentraman makrokosmos.
Mengenai
Dia yang maha Cinta, cintaNya bersifat primer. Sementara cinta yang diimplementasikan oleh diri ini
dan sebagian diri yang lain,
sekunder. Primer itu inti,
substansi. Yang sekunder itu
tidak substansial. Pemilik cinta sesungguhnya hanyalah Dia. Hakikat Cinta yang sesungguhnya ialah unconditional love. Tanpa pamrih. Semuanya
muncul dan terpusat pada ketulusan hati yang tidak bisa dilakukan secara
kepura-puraan dan penuh rekayasa.
Berbeda dengan cinta kita ini yang memiliki kepentingan.
Ada sebuah ungkapan
dari ahli hakikat yang mengatakan
‘’kalau cinta sudah meliputi, maka tak ada lagi ruang kebencian di dalam
diri seseorang. Sejelek apapun dan kasarnya orang lain, Iya tak akan membalas dengan kejelekan’’
Betapa
agungnya cinta itu, hingga membuat kita
bertanya-tanya pada diri sendiri. Mampukah kita mencintai tanpa syarat?
Mencintai dengan setulus hati tanpa adanya kepentingan dan kepura-puraan pada
setiap makhluk? semoga segala bentuk
perkataan, sikap dan perilaku, selalu
dipenuhi oleh cinta. sebab dibalik
cinta, kita menemukan harta karun terbesar berupa karakter yang luar biasa
hebat membuat kita kaya hati. Dialah
Ikhlas.
Referensi dari tulisan ini berasal dari
kajian tasawuf oleh seorang tokoh panutan. Prof nasaruddin Umar : Mendekati
Tuhan Dengan Kualitas Feminin
Ainnn jieee love yuu pull
BalasHapusAiinn aku fans mu..
BalasHapus